Monday, May 31, 2010

Mahasiswa Tuding Kejati Tak Bernyali




Faktanya, penyidik Kejati lamban dalam menuntaskan sejumlah kasus dugaan korupsi di Bengkulu. Diantaranya kasus dispendagate yang telah menyeret Gubenur Bengkulu Agusrin M Najamudin sebagai tersangka. Juga kasus dugaan korupsi pembangunan 3 Kantor Camat dan 13 Kantor Lurah Kota Bengkulu yang menyeret mantan Walikota Bengkulu H Chalik Effendi, SE, MM selaku tersangka.

Aksi yang melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Provinsi Bengkulu ini mendesak pihak Kejati menegakkan supremasi hukum di “bumi Rafflesia”. Bentuk nyatanya dengan menuntaskan pengusutan kedua kasus tersebut. Diantaranya segera mengirim berkas Agusrin ke PN Jakarta Selatan untuk segera disidang. Termasuk mendesak penyidik menahan Chalik yang saat ini mencalonkan diri di Pilkada OKU Selatan Sumsel.

Sekitar 40 massa yang mewakili BEM Unib, BEM STAIN, BEM UMB, KAMDA (KAMMI Daerah) dan IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadyah) tiba di depan Kantor Kejati di Jalan S Parman pukul 10.30 WIB dan mulai berorasi. Sebelumnya, massa long march di depan Mesjid Jamik dan mulai berorasi menuju Bundaran Tugu Simpang Lima. Namun aksi sempat dihalau Polisi saat long march.

Pemicunya lantaran masalah izin. Polisi sempat mengingatkan aksi tidak dapat dilanjutkan lantaran izin yang dikirim perwakilan mahasiswa menyalahi aturan. Dimana izin baru diberikan ke pihak Polres Bengkulu Kamis (20/5) malam. Sedangkan dalam aturan, minimal 3 hari sebelum aksi digelar surat izin sudah dilayangkan.

Namun mahasiswa bersikeras aksi tidak dapat dibatalkan. Setelah difasilitasi Wakapolres Bengkulu Kompol Kurniawan Affandi, S.Ik dan Kabag Ops Kompol A Desri Sandi, S.Ik akhirnya massa diizinkan melanjutkan rencana aksinya. Tentunya setelah Koordinator Lapangan (Korlap) Mu’amar dari BEM Unib menjamin aksi akan berjalan tertib alias tidak anarkhis.

Di bawah arahan Korlap, massa disambut puluhan personel polisi berpakaian lengkap dan pakaian preman yang sudah siaga melakukan penjagaan. Aksi berlangsung tertib tanpa ada tindakan anarkhis. Setelah berorasi sekitar 15 menit di depan gerbang Kejati, massa meminta Kajati Bengkulu Fietra Sany, SH, MH keluar.

Namun permintaan mahasiswa tak dipenuhi, sama seperti biasanya, pihak Kejati mewakilkan Kasi Penkum dan Humas Santosa, SH dan Kasi Sospol Ahmad Mazoola, SH menemui mahasiswa. Namun massa tidak puas hingga akhirnya pihak Kejati mengizinkan 8 orang perwakilan massa masuk ruang lobi Kejati guna menyampaikan aspirasinya dengan kepala dingin.

Pertemuan Berlangsung Panas

Mahasiswa yang diwakili Anton (BEM STAIN), Organdi (BEM UMB), Sony Taurus (BEM UMB), Melyansori (KAMDA), Simbuldin Amin (KAMDA), Harlianto (Wapresma Unib), Pebtison (BEM Unib) dan Ariyanto (BEM UMB) meminta Kajati menemui mereka. Namun tidak dipenuhi. Santosa berdalih ia sudah mendapat mandat dari Kajati untuk menyambut kedatangan mahasiswa.

Dalam kesempatan itu, Melyansori yang menjadi juru bicara massa menyampaikan tuntutannya mendesak agar penyidik Kejati segera menjemput paksa Chalik, tidak tebang pilih dalam menegakkan supremasi hukum. Juga menuntaskan kasus Dispendagate yang menyeret Gubernur.

Namun tuntutan mahasiswa ini lagi-lagi dijawab Santosa akan dikoordinasikan dulu dengan pimpinan (Kajati, red) sehingga membuat suasana semakin panas. Merasa tuntutan tak terpenuhi, akhirnya mahasiswa meninggalkan ruangan sembari mengutarakan aparat Kejati tidak punya nyali menindak pemimpin yang bobrok dan tidak berpihak kepada mayarakat. Bahkan massa sempat meminta untuk menurunkan bendera di Kantor Kejati menjadi setengah tiang saja pertanda kekecewaan mahasiswa pada Kejati. Namun pihak Kejati tidak mengizinkan.

Suasana kembali memanas. Namun kembali mereda setelah polisi yang melakukan pengamanan memberikan pengertian dan siap melakukan tindakan tegas jika mahasiswa tetap memaksakan kehendaknya. Sebab penurunan bendera itu sama saja maknanya dengan menghina negara. Tak lama perwakilan kembali ke barisan massa dan akhirnya membubarkan diri.

“Perjuangan kita mahasiswa tidak pernah dihargai. Aparat tidak punya nyali menindak pemimpin yang lebih mementingkan pribadi daripada rakyatnya,” kata Melyansori kepada RB, usai demo.

Dimintai tanggapan atas aksi demo ini, Kajati Bengkulu Fietra Sany, SH,MH yang keluar ruangan bermaksud pulang sempat menolak. Setelah didesak, Fietra mengatakan aksi mahasiswa biasa-biasa saja. Hak mahasiswa untuk berorasi dan menyatakan pendapat. Namun apa yang disampaikan mahasiswa dipandangnya sebagai suatu pandangan yang keliru.

“Lihat saja buktinya, banyak kasus korupsi yang berhasil kami tuntaskan. Bahkan menyeret tersangkanya ke meja hukum,” kata pria berkumis tebal ini sembari menghembuskan asap rokoknya menuju mobil meninggalkan kalangan wartawan. (sca)

1 comment:

Anonymous said...

Good brief and this mail helped me alot in my college assignement. Gratefulness you on your information.